Jumat, 25 Oktober 2013

Persatuan Tukang Gali Cipajang Dirikan Masjid Rp 1 Miliar

Persatuan Tukang Gali Dirikan Masjid Rp 1 Miliar

JANGAN menganggap enteng buruh kasar. Ketika mereka kompak dan mempunyai keinginan besar membangun desa, ternyata tidak kalah dengan kelompok elite yang bergelimang harta.
Adalah warga Desa Cipajang, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes yang mayoritas pekerja kasar di Jakarta. Mereka telah membuktikan kemampuan membangun berbagai fasilitas penting yang dibutuhkan masyarakat.
Motonya, gampang guyub dan rukun. Begitu ada rezeki, sebagian mereka sisihkan untuk dana pembangunan desa.
Warga Cipajang hampir 80% bekerja di Metropolitan. Mereka bukan orang kaya, tapi mengadu nasib sebagai pekerja kasar, seperti kuli bangunan, tukang gali, dan pekerja kasar lain. Sebagai orang senasib yang hidup jauh dari kampung halaman, mereka mempunyai organisasi Persatuan Tukang Gali (Pertugal). Organisasi tersebut kini berjumlah 50 grup, masing-masing grup beranggotakan 40 orang. Dengan demikian, total anggota 2.000 orang.
Dari sekian banyak pekerja itu, Pertugal mempunyai spesialisasi pekerjaan sebagai pekerja galian. Antara lain galian kabel telepon, listrik, pemasangan pompa air minum, saluran air, pemasangan slup fondasi beton bangunan bertingkat. Di antara mereka, ada yang sudah meningkat menjadi mandor bangunan dan pemborong bangunan.
Seperti H Daryatmo (55) yang pada 1975 berangkat dari kampung halaman menjadi tukang gali. Berbagai macam pekerjaan galian sudah pernah dilakukan. Berkat ketekunannya, dia pada 1993 mulai merintis pendirian PT Dewa Asri Jaya yang bergerak di bidang kontraktor bangunan. Melalui bendera itulah, lelaki empat anak tersebut mengkoordinir rekan-rekan se-kampung halaman menjadi pekerjanya.
Garapan pekerjaan yang ditangani antara lain memelihara areal padang golf Bumi Serpong Damai Jakarta. Kemudian bangunan bertingkat dan proyek-proyek besar pemasangan kabel telepon dan pipa PDAM.
Dari situlah para anggota Pertugal dapat hidup dan mencukupi kebutuhan keluarga di kampung halaman.
Terlihat Rapi
Bagaimana mereka bisa membangun fasilitas desa? Kepala Desa Cipajang H Suwarno mengemukakan, anggota Pertugal setiap saat mengirimkan bantuan lewat grup atau kelompoknya.
Mereka tak perlu pulang kampung, tapi dana yang terkumpul dikoordinir, kemudian salah satu yang pulang kampung dititipi membawa dana pembangunan desa.
''Mereka hampir jarang pulang. Untuk mengirim penghasilan kepada istri, cukup dititipkan pada anggota yang pulang kampung,'' tutur H Suwarno.
Suwarno yang baru tiga tahun menjabat kepala desa mengaku bangga atas partisipasi warganya di perantauan itu. Mereka memercayakan kepada panitia desa untuk membangun sarana yang diperlukan.
Dan dari dana yang terkumpul, desa kini memiliki bangunan kantor balai desa paling megah di Kabupaten Brebes. Kantornya berlantai dua dengan luas bangunan sebesar kantor kecamatan Banjarharjo.
Untuk mendirikan kantor balai desa, Pertugal menghabiskan dana Rp 65 juta. Nilai bangunan lebih murah, sebab tenaga kerja mengerjakan sukarela. Begitu juga Masjid Jami Cipajang berdiri megah menelan biaya hampir satu miliar.
Selain dua sarana penting, Pertugal juga membangun jalan desa dan lorong-lorong kampung sehingga suasana terlihat rapi. Siapa pun yang datang pasti tak mengira, kehebatan suasana desa itu ditopang dari dana orang kecil yang hidup dalam keterbatasan.
Bagi Nasori (48), salah seorang anggota Pertugal, sumbangsih kepada desa merupakan kewajiban yang tak boleh ditinggalkan. ''Siapa lagi kalau bukan dari kami ini. Menunggu bantuan dana dari pemerintah sangat sulit.''
Desa Cipajang terletak di selatan Waduk Malahayu atau sekitar 35 km barat daya Kota Brebes. Desa itu memiliki penduduk 5.478 jiwa yang terdiri atas 2.742 laki-laki-laki dan 2.736 wanita. Luas desa 3,60 km persegi.
Karena hampir 80% warganya merantau, yang ada di kampung sebagian anak-anak dan wanita. Di kampung mereka ternyata tak mau tinggal diam. Untuk mengisi waktu luang, mereka mengerjakan industri rumah tangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar